MALANG, — Suasana hangat terasa di lantai 3 Pasebar, Kota Malang, Sabtu siang (19/04/2025). Kunjungan Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, tak hanya disambut antusias oleh para pegiat seni, tapi juga oleh tokoh masyarakat yang peduli budaya dan kemanusiaan. Salah satunya, Dwi Indrotito Cahyono, SH, MM atau yang lebih akrab disapa Sam TITO.
Sebagai Ketua AAI (Asosiasi Advokat Indonesia) Officium Nobile Malang Raya dan juga Ketua DPC GANN (Generasi Anti Narkotika Nasional) Malang Raya, Sam TITO dikenal vokal dalam isu sosial. Dalam kunjungan ini, ia tidak hanya mendampingi Menteri melihat stand seni dan barang antik, tetapi juga menyempatkan diri bertemu anak-anak istimewa para disabilitas di Sekretariat Thitek Tenger yang digagas Ki Djoko Randy.
Matanya terlihat berbinar saat melihat karya-karya mereka. “Jangan anggap mereka lemah atau harus dikasihani,” ucapnya mantap. “Yang saya lihat justru luar biasa. Mereka bisa bersaing, bahkan ada yang sudah sabuk coklat di karate. Ini bukti bahwa kesempurnaan itu tidak harus sempurna secara fisik.”
Lebih dari itu, Sam TITO juga mengajak para disabilitas untuk terlibat dalam gerakan positif, termasuk dalam program penyuluhan anti narkoba yang dijalankan GANN.
“Anak-anak istimewa ini bukan hanya bisa berkarya, tapi juga bisa menjadi agen perubahan. Mereka bisa ikut kampanye antinarkoba. Semua pihak harus peduli, bukan hanya pemerintah,” tegasnya.
Tak hanya soal kemanusiaan, Sam TITO juga menyoroti pentingnya kehadiran pasar budaya dan seni kreatif yang layak di Kota Malang.
“Malang ini gudangnya seniman. Tapi pasar seni kita belum benar-benar ada yang representatif. Padahal, banyak aset pemerintah kota yang bisa dimanfaatkan,” katanya.
Ia berharap kunjungan Menteri Fadli Zon bisa menjadi pintu masuk keseriusan Pemkot dalam mengembangkan pasar seni.
Dengan gaya bicara lugasnya, Sam TITO menutup pernyataannya, “Kalau katanya mau uri-uri budaya, ya jangan cuma jadi jargon. Harus diwujudkan! Jangan sampai justru jadi urik-urik budaya. Birokrasi itu harus paham makna budaya, bukan cuma simbolnya.”
Satu pesan kuat dari Sam TITO hari itu: budaya bukan sekadar tontonan, tapi ruang hidup yang layak diperjuangkan bersama.