Kabupaten Pasuruan – Y (11 tahun), seorang siswa di UPT Satuan Pendidikan SDN Latek, Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, menjadi korban bullying fisik dan mental oleh teman sekelasnya. Kasus ini mencuat setelah berita tentang kejadian tersebut viral di berbagai media.
Saat awak media mencoba mengonfirmasi langsung ke pihak SDN Latek, beberapa guru yang ditemui memberikan keterangan bahwa masalah tersebut telah diselesaikan bersama Dinas Pendidikan Kabupaten Pasuruan, Kamis (23/1/2025).
“Kepala sekolah sedang ada kegiatan luar. Dua bulan ini kegiatannya cukup padat. Masalah ini kan sudah diselesaikan dengan Dinas dan Kepala Sekolah. Untuk lebih jelasnya, silakan langsung tanyakan kepada Kepala Sekolah,” ujar salah satu guru.
Namun, ketika mendatangi kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Pasuruan untuk menemui Safi’i selaku Kabid Disdik, awak media hanya mendapatkan respons melalui staf resepsionis.
“Pak Safi’i tidak bisa memberikan klarifikasi sebelum ada petunjuk dari Pak Kadis, dan saat ini Pak Kadis sedang tidak ada. Disarankan membuat pengaduan secara tertulis,” ujar staf tersebut.
Upaya konfirmasi melalui WhatsApp kepada Kadispendikbud Kabupaten Pasuruan, wali kelas V, dan Kasi Kesiswaan pun tidak membuahkan hasil. Mereka enggan memberikan jawaban, sehingga menimbulkan tanda tanya besar: ada apa di balik diamnya pihak-pihak terkait?
Kasus bullying yang telah berlangsung selama beberapa tahun ini membuat Y mengalami trauma berat. Ia cenderung diam, sering melamun, dan akhirnya harus dipindahkan ke sekolah lain oleh orang tuanya karena kondisi yang semakin memburuk.
“Anak saya sudah menjadi korban sejak kelas III. Sampai sekarang, pelaku tetap melakukan kekerasan, baik fisik maupun mental. Karena trauma yang semakin parah, saya memutuskan untuk memindahkan anak saya ke sekolah lain,” ungkap ibu Y dengan nada pilu.
Yang lebih menyedihkan, pihak sekolah terkesan tidak mengambil tindakan tegas. Diduga, pelaku bullying yang merupakan siswa berprestasi dilindungi oleh pihak sekolah.
“Saat kami melapor, pihak sekolah terlihat mengabaikan. Kami pernah dipanggil ke sekolah, tetapi tidak pernah dipertemukan dengan orang tua pelaku. Ini semakin menguatkan dugaan kami bahwa pelaku dilindungi karena prestasinya,” tambahnya.
Orang tua korban kini membawa kasus ini ke Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) dan tengah menunggu hasil pemeriksaan psikologis anaknya.
Penulis: Rohman Hidayat