JAKARTA – Perbedaan dalam penetapan Hari Raya Idul Adha kembali terjadi pada tahun 2025. Tiga otoritas keagamaan utama di Indonesia Muhammadiyah, pemerintah melalui Kementerian Agama, dan Nahdlatul Ulama (NU) memiliki potensi untuk merayakan Idul Adha pada tanggal yang tidak seragam, seperti yang kerap terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
Muhammadiyah Tetapkan 6 Juni 2025
Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah lebih dahulu menetapkan bahwa Hari Raya Idul Adha 10 Zulhijah 1446 H jatuh pada Sabtu, 6 Juni 2025. Penetapan tersebut didasarkan pada metode hisab hakiki wujudul hilal, yang menghitung posisi geometris bulan dan matahari untuk menentukan awal bulan dalam kalender hijriah.
Menurut Muhammadiyah, pada Kamis, 29 Zulqaidah 1446 H (5 Juni 2025), posisi bulan saat matahari terbenam sudah memenuhi syarat secara hisab: ijtimak telah terjadi dan hilal sudah di atas ufuk meskipun belum tentu terlihat.
Sebagaimana termuat dalam Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 1/MLM/I.0/E/2024, organisasi ini menetapkan awal Zulhijah 1446 H pada Jumat, 30 Mei 2025. Sehingga 10 Zulhijah, atau Idul Adha, jatuh pada Sabtu pekan berikutnya.
Pemerintah dan NU Tunggu Hasil Rukyat
Berbeda dengan Muhammadiyah, Kementerian Agama (Kemenag) RI menggunakan metode rukyatul hilal atau pengamatan langsung bulan sabit untuk menetapkan awal bulan hijriah. Untuk penetapan Idul Adha, pemerintah akan menggelar sidang isbat pada Kamis, 5 Juni 2025.
Sidang isbat akan mengacu pada laporan dari titik-titik rukyat yang tersebar di seluruh Indonesia. Jika hilal tidak berhasil dilihat pada hari itu, maka bulan Zulqaidah akan digenapkan menjadi 30 hari. Konsekuensinya, 1 Zulhijah jatuh pada Sabtu, 7 Juni 2025, dan Idul Adha pada Minggu, 8 Juni 2025.
Metode rukyat ini juga dianut oleh Nahdlatul Ulama (NU), sehingga NU biasanya akan mengikuti keputusan pemerintah melalui sidang isbat resmi, kecuali jika hasil rukyat berbeda secara signifikan di beberapa wilayah.
Potensi Perbedaan, Pemerintah Imbau Toleransi
Perbedaan penetapan Idul Adha ini bukan hal baru di Indonesia, negara dengan keragaman ormas Islam dan metode hisab-rukyat yang diakui bersama. Pemerintah melalui Kementerian Agama menegaskan bahwa perbedaan ini adalah bagian dari khazanah keislaman yang harus disikapi secara dewasa.
“Kami mengimbau masyarakat untuk saling menghormati perbedaan ini. Perayaan hari besar tetap bisa berlangsung khidmat meski tidak serempak,” ujar perwakilan Kemenag.
Sejak beberapa dekade terakhir, masyarakat Indonesia cukup akrab dengan fenomena ini, terutama dalam penetapan Idulfitri dan Iduladha. Meski ada perbedaan hari, esensi ibadah tetap dapat dijalankan dengan tenang dan khusyuk.